H
al yang secara konsisten membedakan pemenang dari pecundang dalam menciptakan samudra biru adalah pendekatan mereka atas strategi. Perusahaan yang terperangkap dalam samudra merah mengikuti pendekatan konvensional, yakni berlomba memenangi kompetisi dengan membangun posisi kokoh dalam tatanan industri yang ada. Kreator dari Samudra biru, secara mengejutkan, tidak menggunakan kompetisi sebagai patokan mereka.
Sebaliknya, mereka mengikuti logika strategis berbeda yang kami sebut inovasi nilai. Inovasi nilai merupakan batu-pijak dari strategi samudra biru. Kami menyebutnya inovasi nilai karena alih-alih berfokus pada memenangi kompetisi, Anda berfokus menjadikan kompetisi itu tidak relevan dengan menciptakan lompatan nilai bagi pembeli dan perusahaan Anda. Dengan demikian, Anda sekaligus membuka ruang pasar yang baru dan tanpa pesaing.
Inovasi nilai memberikan penekanan setara pada nilai dan inovasi. Nilai tanpa inovasi cenderung berfokus pada penciptaan nilai dalam skala besar, sesuatu yang meningkatkan nilai tapi tidak memadai untuk membuat Anda unggul secara menonjol di pasar. Inovasi tanpa nilai cenderung bersifat mengandalkan teknologi, pelopor pasar, atau futuristis, dan sering membidik sesuatu yang belum siap diterima dan dikonsumsi oleh pembeli. Dalam pengertian ini, penting untuk membedakan antara inovasi nilai, inovasi teknologi, dan usaha menjadi pelapor pasar.
Studi kami menunjukkan bahwa yang memisahkan pemenang dari pecundang dalam menciptakan samudra biru bukanlah teknologi super canggih maupun “waktu yang tepat untuk memasuki pasar.” Terkadang hal-hal itu diperlukan; tapi seringnya tidak. Inovasi nilai terjadi hanya ketika perusahaan memadukan inovasi dengan utilitas (manfaat), harga, dan posisi biaya. Jika mereka gagal memadukan inovasi dan nilai dengan cara ini, para inovator teknologi dan pelopor pasar sering hanya memberikan telor yang akan ditetaskan oleh perusahaan-perusahaan lain.
Inovasi nilai merupakan cara baru untuk memikirkan dan melaksanakan strategi yang mengarah pada penciptaan samudra biru dan ditinggalkannya kompetisi. Yang penting, inovasi nilai menolak salah satu dari dogma yang paling umum diterima dalam strategi berbasiskan-kompetisi: dilema/pertukaran (tradeoff) nilai biaya.
Secara umum, diyakini bahwa perusahaan hanya bisa antara menciptakan nilai lebih tinggi bagi pelanggan dengan biaya tinggi atau menciptakan nilai lumayan dengan biaya lebih rendah. Di sini, strategi dilihat sebagai membuat pilihan antara diferensiasi dan biaya rendah. Sebaliknya, perusahaan yang berusaha menciptakan samudra biru mengejar diferensiasi dan biaya rendah secara bersamaan.
Mari kita tengok kembali contoh Cirque du Soleil. Mengejar diferensiasi dan biaya rendah secara bersamaan bertumpu pada inti dari pengalaman hiburan yang diciptakan Cirque. Pada saat debut Cirque, sirkus-sirkus lain berfokus pada saling membandingkan pesaing dan memaksimalkan pangsa permintaan mereka yang sudah menciut dengan cara mengerahkan habis-habisan berbagai pertunjukan sirkus tradisional.
Pengerahan habis-habisan ini meliputi usaha perekrutan lebih banyak badut dan pawang singa terkenal, sebuah stategi yang melambungkan stuktur biaya sirkus tanpa secara substansial mengubah pengalaman menyaksikan sirkus. Hasilnya adalah biaya yang meroket tanpa diiringi peningkatan pemasukan, dan menurunnya permintaan akan sirkus secara keseluruhan.
Kemunculan Cirque du Soleil membuat upaya-upaya itu tak lagi relevan. Keberadaan Cirque yang bukan sebagai sirkus biasa maupun produksi teater klasik membuatnya tidak ambil peduli dengan apa yang dilakukan para pesaing dalam kompetisi.
Daripada mengikuti logika konvensional untuk memenangi kompetisi dengan menawarkan solusi lebih baik terhadap satu permasalahan-yaitu solusi berupa menciptakan sirkus yang menjanjikan kesenangan dan kegairahan yang lebih besar-Cirque berusaha menawari orang dengan kesenangan dan kegairahan sirkus dan kerumitan intelektual serta kenyataan artistik dari teater pada saat yang bersamaan; jadi, Cirque meredefinisikan masalah itu sendiri.
Dengan mendobrak batasan-batasan pasar dari teater dan sirkus, Cirque du Soleil memperoleh pengertian baru bukan hanya dari konsumen sirkus, melainkan juga dari nonkonsumen sirkus: konsumen atau penikmat teater dewasa.
Hal ini menghasilkan sebuah konsep sirkus baru yang mematahkan dilema/pertukaran biaya-nilai dan menciptakan samudra biru berupa ruang pasar baru. Simak perbedaan-perbedaan ini. Sementara sirkus-sirkus lain berfokus pada menawarkan pertunjukan-pertunjukan binatang, merekrut artis bintang, menampilkan beragam arena pertunjukan dalam tiga pentas lingkaran, serta berusaha mendongkrak penjualan karcis diskon untuk jalur di antara deretan tempat duduk (aisle), Cirque du Soleil tidak ambil pusing dengan segala faktor itu.
Faktor-faktor ini telah lama diterima begitu saja dalam industri sirkus tradisional, yang tidak pernah mempertanyakan relevansi dari faktor-faktor tersebut. Akan tetapi, protes publik terhadap penggunaan binatang dalam sirkus mulai meningkat. Selain itu, pertunjukan binatang adalah salah satu dari elemen termahal, karena tidak hanya mencakup harga binatang itu sendiri, tapi juga biaya pelatihan, layanan kesehatan, kandang, asuransi, dan transportasi bagi binatang tersebut.
Sama halnya, sementara industri sirkus berfokus pada penampilan bintang-bintang, publik awam merasa bintang-bintang sirkus tidaklah setara dengan film. Padahal, bintang sirkus juga merupakan komponen berbiaya tinggi yang tidak punya efek besar kepada penonton. Cirque juga membuang tiga pentas lingkaran yang umum dalam sirkus tradisional. Pengaturan tiga pentas lingkaran seperti ini sebenarnya menimbulkan kegelisahan di antara penonton karena mereka harus cepat mengalihkan pandangan mereka dari satu lingkaran ke lingkaran lain.
Selain itu, pangaturan tiga pentas juga meningkatkan jumlah pementas yang dibutuhkan dan ini tentu berujung pada membengkaknya biaya. Dan, meskipun penjualan karcis diskon untuk jalur di antara tempat duduk penonton tampak sebagai cara yang bagus untuk meningkatkan pemasukan, namun pada praktiknya harga yang tinggi mengurungkan niat konsumen untuk membeli dan membuat mereka merasa ditipu.
Daya tarik langgeng dari sirkus tradisional hanya terdiri atas tiga faktor: tenda, badut, dan aksi akrobat klasik seperti pemain roda dan aksi-aksi maut berdurasi pendek. Jadi, Cirque du Soleil mempertahankan badut, tapi mengubah humornya dari slapstik yang mengandalkan fisik menjadi lawakan yang lebih intelektual dan memikat. Cirque membuat tenda lebih glamor, sebuah elemen yang ironisnya mulai diabaikan oleh banyak sirkus demi bisa membayar sewa tanah untuk pertunjukan.
Memahami bahwa ciri unik ini secara simbolis mampu menangkap keajaiban sirkus, Cirque du Soleil merancang simbol klasik dengan tampilan luar yang megah dan tingkat kenyamanan prima. Ia membuat tenda-tendanya bernuansa sirkus-sirkus epik besar masa lampau. Bangku-bangku keras dan serbuk gergaji juga menghilang. Akrobat dan aksi-aksi mendebarkan lainnya dipertahankan, tapi perannya dibatasi dan dibuat lebih elegan dengan tambahan gaya artistik dan daya pikat intelektual dan aksi-aksi itu.
Dengan melirik batasan pasar teater, Cirque du Soleil juga menawarkan elemen-elemen nonsirkus, seperti struktur cerita dan, bersama itu, kekayaan intelektual, musik dan tarian artistik, serta beragam pentas karya. Faktor-faktor ini, yang sepenuhnya baru bagi industri sirkus, diambil dari industri-hiburan-langsung alternatif bernama teater.
Tidak seperti pertunjukan sirkus tradisional yang rangkaian aksi-aksinya tidak berkaitan, setiap kreasi Cirque de Soleil memiliki tema dan struktur cerita yang menyerupai pertunjukan teater. Meskipun temanya kabur (dan memang dibuat demikian), tema itu membawa harmoni dan elemen intelektual bagi pertunjukan-tanpa membatasi potensi dari aksi-aksi yang ada. Le Cirque juga mengambil ide dari pertunjukan Broadway. Misalnya, Le Cirque menampilkan beragam produksi dibandingkan pertunjukan tradisional “satu untuk semua”.
Sama juga dengan pertunjukan Broadway, setiap pertunjukan Cirque du Soleil menampilkan lagu pengiring (original score) dan beragam musik, yang mengarahkan penataan visual, tata lampu, dan timing dari aksi-aksi, dibandingkan sebaliknya. Pertunjukan-pertunjukannya menampilkan tarian abstrak dan spiritual, sebuah ide yang diambil dari teater dan balet. Dengan memperkenalkan faktor-faktor baru ini, Cirque du Soleil telah menciptakan pertunjukan yang lebih berkelas dengan sofistikasi tinggi.
Selain itu, dengan menyuntikkan konsep beragam produksi dan dengan memberikan alasan bagi orang untuk lebih sering mengunjungi sirkus, Cirque du Soleil secara dramatis telah meningkatkan permintaan.
Pendek kata, Cirque du Soleil menawarkan elemen terbaik dari sirkus dan teater dan mengurangi atau menghilangkan elemen-elemen remehnya. Dengan menawarkan manfaat yang tak ada sebelumnya, Cirque du Soleil telah menciptakan sebuah samudra biru dan menciptakan bentuk baru dari hiburan langsung, yaitu bentuk yang berbeda dari sirkus tradisional dan teater.
Pada saat yang sama, dengan menghilangkan banyak elemen termahal dari sirkus, Cirque secara dramatis telah mengurangi struktur biayanya dan mencapai diferensiasi sekaligus biaya rendah. Le Cirque secara strategis menghargai tiketnya sesuai dengan harga tiket teater. Dengan cara ini, ia menaikkan harga tiket pasaran industri sirkus beberapa kali lipat, tapi tetap mempertahankan harga yang bisa menarik konsumen dewasa, yang sudah terbiasa dengan harga tiket teater.
Disarikan dari buku: Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru), W. Chan Kim, Renee Mauborgne.