M
ari kita kembali ke kisah tentang Amazon untuk mempelajari cara kerjanya dalam praktik. Amazon mewadahi baik model hibrida maupun digital murni, gagasan yang muncul sewaktu perusahaan ini mencari jalan untuk merambah lebih ke hilir.
Langkah kesatu, seperti yang telah kita saksikan, adalah lahirnya gagasan awal Bezos: bahwa perdagangan online bisa memanfaatkan keunggulan yang sudah ada pada bisnis mail-order dengan distribusi terpusat, selain keunggulan pembelian langsung pada pengecer katalog, namun tanpa biaya cetak dan pengiriman jutaan katalog. Begitulah awal kemunculan Amazon 1.0 (sekitar 1994-1996).
Langkah berikutnya adalah mengurangi lagi risiko stok perusahaan dengan tidak membayar barang bahkan meskipun disimpan digudangnya sendiri. Amazon melakukan itu melalui program konsinyasi. Sekali lagi, perusahaan mulai dengan buku. Perusahaan ini menawarkan program Amazon Advantage yang memberi tawaran kepada para pengarang yang sepintas lalu terasa seperti tawaran yang mau enaknya sendiri: Bayar iuran tahunan 29,95 dolar, kirimkan buku-buku Anda ke Amazon, maka ketika Amazon berhasil menjual buku-buku itu, berikan 55 persen kepada Amazon dari penjualan yang terjadi.
Mengapa pengarang bersedia menerima tawaran ini? Sebab program konsinyasi ini selangkah lebih maju lagi guna menghindari penundaan dan ketidakpastian sebuah pesanan. Untuk singkatnya, cara ini menjamin ketersediaan buku si pengarang dalam stok-dan karena mengusahakan ketersediaan barang tersebut.
Langkah ketiga menuju pengurangan biaya selanjutnya meliputi perluasan model virtual inventory dengan mengajak pengecer-pengecer besar lain serta mempertahankan relasi mereka sendiri dengan manufaktur dan distributor.
Dengan menawarkan teknologi ecommerce-nya yang canggih kepada pengecer-pengecer besar macam Toys “R”Us dan Target, Amazon menciptakan semacam etalase bagi mitra-mitra penting itu dan membiarkan mereka berunding sendiri soal stok secara keseluruhan. Dengan tiap mitra baru, stok efektif Amazon meningkat menjadi jutaan barang.
Tentu saja, tidak semua pengecer besar bersedia menyerahkan masa depan digital mereka ke tangan Amazon, dan mereka biasanya adalah pemasok ekslusif dalam domain mereka di bidang peralatan rumahtangga dan mainan. Kendati ini membatasi jangkauan model yang diciptakan oleh Amazon dapat menikmati manisnya bisnis jasa yang bebas dari urusan penanganan stok.
Seperti telah teruji oleh eBay, dengan modal perangkat lunak dan server kemudian menyewakan semua itu, ini terbukti menjadi bisnis dengan marjin yang paling tinggi. Akan tetapi, pertumbuhan pesat model virtual inventory ini ternyata bukan ke mitra-mitra besar, melainkan ke mitra-mitra kecil.
Pada tahun 1999, Amazon memperkenalkan program “Marketplace”-nya, yang merupakan pengembangan model layanan etalase sampai merambah jauh ke kawasan eBay dengan menawarkan layanan kepada semua pedagang. Pengecer dan distributor besar atau kecil, dari toko khusus hingga perorangan, boleh menawarkan barang-barang mereka di Amazon.com sama seperti produk-produk yang dalam gudang Amazon sendiri-dan pelanggan dapat membeli yang mereka kehendaki dengan sama mudah. Pada akhir tahun 2004, Amazon telah memiliki lebih dari 100.000 penjual Marketplace, dan penjualan pihak ketiga ini mencapai hampir 40 persen volume penjualan keseluruhan perusahaan.
Kebangkitan model penjualan virtual memunculkan kembali masalah persediaan barang tradisional. Sekali lagi, sebuah chain retailer macam Best Buy harus mendistribusikan barangnya, misalnya kamera digital ke semua tokonya, dengan harapan bisa menebak dengan tepat di mana barang itu paling dibutuhkan dan berapa banyak.
Tak perlu dikatakan bahwa dalam hal ini orang dan produk harus berada di tempat yang sama-supply dan demand harus bertemu di lorong toko yang sama. Akan tetapi, tebakan bisa salah, setidaknya sebagian. Ada toko yang kekurangan barang, namun ada pula toko yang kelebihan barang sehingga barang itu mengalami depresiasi dan menghabiskan ruang pajang atau ruang gudang yang sangat berharga.
Dengan inventori yang terdistribusi pada program Amazon Marketplace, produk-produk masih menempati rak-rak di seluruh negeri, tetapi mereka tercatat dalam katalog secara kolektif dan ditawarkan di satu tempat terpusat-situs Web Amazon. Selanjutnya, ketika orang memesan suatu barang, produk tersebut dikemas dan dikirimkan langsung kepada pelanggan oleh toko kecil yang kebetulan menyimpan barang tersebut.
Seperti chain retailer, Amazon juga menghubungkan supply yang terpusat dengan demand yang tersebar, tetapi yang genius dalam model ini adalah toko dan pembeli tidak harus berada di tempat yang sama. Ironisnya, cara ini membuat supply dan demand bisa berhubungan secara langsung. Kendatipun demikian, bahkan meskipun mereka tidak berhubungan, Amazon tidak menanggung sedikit pun biaya penyimpanan barang yang terjual-kalau pun ada stok berlebih, barang itu terdepresiasi di rak gudang pihak ketiga.
Sementara program ini terus berkembang, Amazon makin dekat ke upaya pembobolan tirani rak (tyrani of the shelf) secara keseluruhan. Ia tidak harus menebak di mana permintaan akan muncul. Semua risiko dalam program Marketplace diserahkan kepada pedagang kecil anggota jaringan yang harus membuat keputusan sendiri, berdasarkan pertimbangan ekonomi mereka sendiri, tentang barang apa yang harus mereka sediakan. (Kita akan membahas tirani rak ini dalam bab “Kepala yang Pendek.”)
Disarikan dari buku: The Long Tail, Chris Anderson, 102-105.