M
eskipun istilah samudra biru itu baru, eksistensi samudra itu tidaklah demikian adanya. Samudra biru adalah bagian dari dunia bisnis, di masa kini dan masa silam. Mari menengok seratus tahun ke belakang dan bertanya: Berapa banyak industri masa kini yang seratus tahun silam itu belum dikenal?
Jawabannya: banyak industri dasar seperti industri mobil, rekaman musik, penerbangan, petrokimia, layanan kesehatan, dan konsultan manajemen yang belum pernah terdengar atau baru muncul pada saat itu. Kini, mari kita cukup menengok ke masa tiga puluh tahun yang silam.
Kembali, bermunculan sekian ragam industri jutaan dolar-reksadana, telepon seluler, pembangkit listrik tenaga gas, bioteknologi, toko rabat, pengiriman paket kilat, minivan , papan luncur, kedai kopi dan video sewaan, untuk menyebut segelintir contoh. Hanya tiga dasawarsa lalu, tak satu pun dari industri-industri ini yang eksis secara berarti.
Kini, mari kita maju dua puluh tahun-atau mungkin lima puluh tahun-ke depan dan tanyai diri kita berapa banyak industri tak dikenal sekarang ini yang akan eksis di masa depan itu. Jika sejarah adalah landasan untuk meramalkan masa depan, jawaban pertanyaan ini adalah: banyak sekali.
Realitasnya, industri tak pernah diam di tempat. Industri selalu berevolusi. Kegiatan operasional berkembang, pasar meluas, dan pemain datang dan pergi. Sejarah mengajarkan bahwa kita memiliki kapasitas besar-yang selama ini kita remehkan-untuk menciptakan industri-industri baru dan menciptakan ulang industri-industri yang sudah ada.
Sebenarnya, sistem Standard Industrial Classification (SIC) berusia 50 tahun yang dikeluarkan oleh US Census telah digantikan pada 1997 oleh sistem North America Industry Classification Standard.
Sistem baru ini mengembangkan sepuluh sektor industri SIC menjadi dua puluh untuk menggambarkan realitas teritori-teritori baru yang baru bermunculan. Sektor jasa di sistem lama, misalnya, kini diperluas menjadi tujuh sektor bisnis, mulai dari informasi hingga layanan kesehatan hingga bantuan sosial.
Karena sistem-sistem ini dirancang demi standardisasi dan kesinambungan, pengggantian sistem semacam itu menunjukkan betapa signifikannya ekspansi samudra biru yang sudah berlangsung.
Tetapi, pemikiran strategis selama ini lebih difokuskan pada strategi samudra merah yang berbasiskan-kompetisi. Sebagian alasannya adalah bahwa strategi korporat sangat dipengaruhi oleh akarnya dalam strategi militer.
Bahasa strategi sangat dipenuhi oleh referensi-referensi militer-chief executive “officers (perwira/petugas)” di “headquarter (markas/kantor pusar),” “armada” di “lini depan”.
Jika digambarkan dengan cara ini, strategi adalah mengenai bagaimana melawan musuh dan bertempur memperebutkan sepetak tanah yang terbatas dan berjumlah tetap.
Tetapi, tidak seperti perang, sejarah industri menunjukkan bahwa pasar tidak pernah konstan atau tetap. Sebaliknya, sepanjang waktu terlihat bermunculan samudra biru secara terus-menerus.
Karena itu, berfokus pada samudra merah sama dengan menerima faktor-faktor penghambat utama dalam perang-daerah yang terbatas dan perlunya mengalahkan musuh untuk bisa berhasil-dan sama dengan menolak kelebihan khas dari dunia bisnis: kemampuan untuk menciptakan ruang pasar baru yang belum ada pesaingnya.
Dampak Penciptaan Samudra Biru
Dalam sebuah studi tentang inisiatif bisnis di 108 perusahaan, kami berusaha mengukur secara kuantitatif dampak penciptaan samudra biru terhadap pertumbuhan pemasukan dan laba perusahaan. Kami menemukan bahwa 86 persen dari inisiatif itu adalah ekstensi atau perluasan lini, yaitu perbaikan besar dalam samudra merah ruang pasar yang sudah ada. Tetapi, inisiatif itu hanya mewakili 62 persen pemasukan total dan 39 persen laba total. Sedangkan sisa 14 persennya adalah inisiatif-inisiatif yang bertujuan menciptakan samudra biru.
Inisiatif ini menghasilkan 38 persen pemasukan total dan 61 persen laba total. Karena inisiatif-inisiatif bisnis mencakup investasi total untuk menciptakan samudra merah dan biru (terlepas dari akibat inisiatif-inisiatif itu terhadap pemasukan dan laba, termasuk akibat berupa kegagalan), manfaat dari menciptakan perairan biru tampak jelas.
Meskipun kita tidak memiliki data mengenai tingkat keberhasilan inisiatif-inisiatif samudra merah dan biru, perbedaan kinerja di antara inisiatif-inisiatif itu di tingkat global cukup nyata.
Meningkatnya Tuntutan untuk Menciptakan Samudra Biru
Ada sejumlah kekuatan pendorong di balik meningkatnya tuntutan untuk menciptakan samudra biru. Kemajuan pesat teknologi secara subtansial telah meningkatkan produktivitas industri dan memungkinkan pemasok untuk menghasilkan ragam produk dan jasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hasilnya adalah semakin banyak saja terjadi dalam berbagai industri bahwa pasokan melebihi permintaan. Tren ke arah globalisasi membuat situasi semakin kompleks.
Ketika hambatan tarif antarnegara dan antardaerah semakin hilang dan ketika informasi mengenai produk dan harga demikian mudah tersedia secara global dan instan, pasar-pasar yang khas (niche) dan tempat untuk monopoli terus pudar. Meskipun terjadi peningkatan pasokan seiring dengan semakin ketatnya persaingan global, tidak ada bukti tegas bahwa terjadi peningkatan permintaan di dunia, dan data statistik bahkan menunjuk menurunnya populasi di banyak pasar yang sudah maju.
Akibatnya, terjadi proses komoditisasi produk dan jasa yang semakin cepat, perang harga yang semakin panas dan marjin laba yang menyusut. Studi-studi industri mutakhir pada merek-merek ternama Amerika menegaskan tren ini. Studi-studi itu menunjukkan bahwa merek menjadi semakin mirip pada kategori-kategori utama produk dan jasa, dan ketika merek menjadi semakin mirip, orang semakin cenderung melakukan pilihan berdasarkan harga.
Orang tidak lagi kukuh, sebagaimana di masa lalu, bahwa deterjen cucian mereka harus merek Tide. Mereka juga tidak akan ngotot membeli Colgate ketika Crest sedang melakukan obral, demikian pula sebaliknya. Dalam industri yang penuh sesak, melakukan diferensiasi merek menjadi lebih sulit baik dalam masa jaya ekonomi maupun masa krisis ekonomi.
Semua itu menandakan bahwa lingkungan bisnis yang selama ini menjadi lahan subur bertumbuhnya sebagian besar pendekatan manajemen dan strategi abad ke-20 sudah menjadi lahan yang tandus. Ketika samudra merah menjadi berdarah, manajemen perlu lebih memberi perhatian pada samudra biru ketimbang pada hal-hal yang lazim dihadapi oleh generasi manajer saat ini.
Disarikan dari buku: Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru), W. Chan Kim, Renee Mauborgne.