K
erangka teoretis yang menjadi dasar diskusi ini merupakan hasil penelitian Venkatraman bersama bersama koleganya di MIT Sloan School of Management pada awal tahun 1990-an. Meskipun inspirasinya berasal dari dunia bisnis privat, namun saya percaya hal itu juga relevan bagi organisasi publik. Venkatraman (1994) mengatakan bahwa TI mempunyai pengaruh yang evolusioner dan revolusioner terhadap organisasi. Pengaruh itu dilihat manfaat potensial dan tingkatan transformasi TI terhadap organisasi, seperti terlihat pada gambar berikut.
Localized Exploitation
Pada level ini, organisasi hanya memanfaatkan kemampuan dasar TI, misalnya kecepatan dan akurasi. Sebagai contoh adalah penggunaan komputer untuk mengotomatisasi kegiatan rutin seperti pembuatan laporan, manajemen persediaan, atau kegiatan lainnya seperti penggunaan software tertentu misalnya computed aided design (CAD) atau computer aided manufacturing (CAM). Penggunaan TI dalam konteks ini bersifat lokal dan biasanya ditujukan untuk menangani kerumitan-kerumitan yang sifatnya operasional, di samping meningkatkan produktivitas yang bersifat individual atau departemental. Oleh karena itu, manfaatnya hanya bisa dirasakan secara terbatas oleh pemakainya, atau paling tinggi hanya sampai level manajer departemen dimana TI itu dimanfaatkan. TI hanya dipakai sebagai sarana untuk mempermudah pengambilan keputusan.
Internal Integration
Setingkat lebih tinggi dengan cakupan yang lebih luas, TI dimanfaatkan sebagai media untuk mengintegrasikan seluruh sistem yang ada dalam sebuah organisasi. Ciri utama level ini adalah penggunaan jaringan komputer untuk kepentingan organisasi secara menyeluruh. Integrasi yang dimaksud pada level ini terdiri dari technical interconnectivity dan business interdependence.
Yang pertama menyangkut keterkaitan teknik dan operasi antarsistem dan aplikasi yang berbeda dalam sebuah platform TI. Sedangkan yang kedua berhubungan dengan interdependensi peran dan tanggung jawab lintas fungsi di dalam organisasi. Kedua faktor ini penting dan harus dipenuhi.
Venkatraman memberi contoh, Merril Lync berhasil dalam memanfaatkan Cash Management Account (CMA) bukan hanya kecanggihan yang bersifat teknikal saja, melainkan juga didukung oleh kemampuannya menciptakan sebuah proses bisnis yang interdependent yang memanfaat TI untuk menciptakan sebuah ‘integrated’ produk untuk merespons persaingan pasar yang kuat.
Jika kita kembali pada gambar, kedua level ini masih berada pada area yang sama yaitu evolutionary. Meskipun berbeda dalam tingkatan pemanfaatan TI, namun keduanya masih berusaha menggunakan TI untuk mengotomatisasi proses bisnis yang telah ada (automating the existing business process) dan belum mempunyai dampak apapun untuk merubah proses tersebut. Pada tahap ini efisiensi dalam arti sesungguhnya belum tentu tercapai karena proses yang diotomasisasi mungkin saja merupakan proses yang tidak efisien. TI baru mempunyai peran revolutionary jika dipakai untuk mendesain kembali proses bisnis, jaringan bisnis, atau bahkan cakupan bisnis sebuah organisasi, seperti akan dijelaskan berikut.
Business Process Redesign
Di samping untuk mengotomatisasi proses bisnis TI juga bisa menjadi sarana bagi organisasi mendesain kembali proses bisnis yang telah dijalankan selama ini. Tahap ini berbeda dengan integrasi internal karena pemanfaatan TI disertai dengan analisis mendasar terhadap proses bisnis yang tengah dijalani. Proses redesign ini didasarkan pada asumsi bahwa apa yang sekarang dilakukan belum tentu mencerminkan sebuah proses yang paling efisien dan efektif. Organisasi harus melihat kembali dan secara kritis dengan mengajukan mempertanyakan mendasar berikut: Apakah proses ini memang perlu? Apakah memang demikian seharusnya urutan sebuah proses?
Konsep ini dikenal dengan business process redesign atau reengineering (BPR) dan dipopulerkan oleh Michael Hammer dan Thomas Davenport, juga dari MIT. Hammer (1994), misalnya, menyatakan bahwa BPR adalah mulai dari nol dan menciptakan proses bisnis yang lintas departemen dan fleksibel, dimana kekuatan potensial TI bisa dimanfaatkan secara penuh dan mendatangkan manfaat luar biasa.
Agar memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari TI, organisasi sebaiknya tidak mengalokasikan pertanggungjawaban sebuah proses kepada beberapa departemen, melainkan disatukan.
Argumentasinya, penyatuan proses ini akan memudahkan pertanggungjawaban dan mempercepat proses. Cara kerja TI tidak bisa dikotak-kotak mengikuti pola organisasi tradisional. Intinya, proses bisnis harus mengikuti logika TI, yaitu cepat, fleksibel dan efisien. Organisasi harus berani menghilangkan proses yang tidak perlu dan menjadikan TI sebagai tulang punggung proses bisnis yang baru.
Sebagai contoh, IBM Credit, sebuah divisi IBM yang menangani kredit konsumen, berhasil meningkatkan produktivitasnya berlipat-lipat setelah mendesain kembali proses kredit dan memanfaatkan software khusus yang dibuat untuk mendukung proses yang baru. Dalam kasus ini, pemanfaatan TI tidak dilakukan seperti biasanya karena didahului dengan analisis terhadap proses yang telah dipakai sampai saat itu dengan melihat proses tersebut secara kritis. Proses yang tidak efisien dibuang.
Lalu sebuah rangkaian proses baru diciptakan dengan memanfaatkan kekuatan TI. Peran specialist seperti credit checkers, pricers, dsb. Digantikan oleh seorang generalist, yang bisa menangani proses-proses itu sekaligus, dengan bantuan TI.
Business Network Redesign
Tidak seperti tiga level transformasi sebelumnya yang terjadi dalam sebuah organisasi secara internal, business network redesign merupakan sebuah transformasi yang melibatkan beberapa organisasi yang terjalin dalam sebuah jaringan kerja. Pada level ini TI mempunyai peranan lebih dari sekedar komunikasi data karena ia bisa dimanfaatkan sebagai media transfer informasi dan pengetahuan antarorganisasi.
Orang mungkin mengasosiasikan hal ini dengan interkonektivitas antarbisnis melalui penggunaan EDI (electronic data interchange) yang biasa dilakukan perusahaan dengan pemasok dan pelanggan. Akan tetapi dalam kaitan transformasi pada level ini peran TI lebih dari sekedar EDI. Jika EDI hanya berorientasi pada pertukaran data untuk mempermudah, misalnya, transaksi pembelian, peran TI dalam me-redesign jaringan bisnis lebih menekankan pertukaran informasi dalam arti yang lebih luas.
Level ini mengandaikan adanya partisipasi dan kerja sama antarpihak yang terlibat dalam jaringan. Organisasi yang mampu menjangkau level ini akan bisa memetik manfaat yang lebih luas dari pada sekedar efisiensi operasi. Mereka bisa bertukar informasi, berbagi sumber daya, dan mengembangkan basis knowledge yang diperlukan bagi anggota jaringan.
Sebagai contoh adalah Bose, sebuah perusahaan audio, yang memberikan tempat khusus bagi perwakilan tujuh pemasok di perusahaan tersebut. Perwakilan ini berperanan menggantikan posisi bagian pembelian di Bose. Jadi setiap pesanan dilakukan oleh perwakilan-perwakilan ini langsung dari dan dengan menggunakan fasilitas komputer Bose.
Selain itu, mereka juga diperkenankan ikut pertemuan rutin di Bose dan mengakses semua data yang diperlukan. Dengan cara ini baik kedua belah pihak diuntungkan. Bagi Bose, transaksi pembelian menjadi lebih mudah dan hemat. Sementara bagi para pemasok, kegiatan pemasaran bisa dikurangi karena dengan cara itu mereka bisa lebih langgeng menj aga hubungan baik.
Business Scope Redefinition
Akhirnya, TI juga mempunyai kemampuan untuk mendorong organisasi dalam mendefinisikan kembali cakupan bisnisnya. Dengan TI, sebuah organisasi bisa membangun sebuah kompetensi tersendiri yang pada titik tertentu bisa juga dimanfaatkan oleh organisasi lain, terutama yang bukan merupakan saingan. Kompetensi ini jika diekspoitasi secara benar bahkan bisa menjadi sumber penghasilan baru. Hanya sedikit organisasi yang mampu berada pada level ini, mengingat menciptakan kompetensi bukan sesuatu yang mudah.
Yang unik, organisasi yang bisa meredefinisi cakupan bisnis adalah mereka yang pada awalnya tidak pernah punya niat untuk menjual kompetensi yang dimiliki kepada perusahaan lainnya. Yang terpikir adalah bagaimana mereka menciptakan kemampuan yang distinctive untuk bersaing. Akan tetapi dalam perjalanan waktu kemampuan ini ternyata bisa bermanfaat juga untuk perusahaan yang lain. Sebagai contoh adalah kompetensi Federal Express dalam menangani konsumen secara efisien dengan bantuan TI yang mereka miliki.
Karena merasa bisa memperoleh manfaat dari kompetensi macam itu, dua perusahaan besar, IBM dan Boeing akhirnya menyewa FedEx untuk menangani konsumen mereka. Sebagai hasilnya, FedEx kini mempunyai ‘lahan bisnis’ baru yang bisa mendatangkan pendapatan yang tidak kalah signifikan dengan pendapatan dari bisnis utamanya, pengiriman barang.
Disarikan pada file: Teknologi Informasi dan Transformasi Organisasi, Eko Yulianto, 2-5.