P
ersediaan barang maya (virtual inventory) dan persediaan terdistribusi merupakan sebuah cara dramatik untuk menjangkau pasar lebih jauh ke Tail, tetapi meniadakan stok fisik sama sekali bisa membuat Anda menjangkau lebih jauh lagi. Langkah Amazon berikutnya adalah berusaha mendekati surge ekonomi ini dengan membangun sebuah bisnis yang memungkinkan sebuah produk tetap dalam wujud bit sampai saat harus dikirimkan.
Salah satu masalah dalam menjual buku adalah banyak di antaranya hanya terjual satu atau dua eksemplar dalam setahun. Dalam hal itu, bahkan pesanan sebanyak 10 eksemplar-alih-alih 100 atau 1000-barangkali dianggap gagal. Bahkan andai si pengecer hanya mengeluarkan satu dolar untuk menyimpan sebuah buku sampai terjual (yang bisa berarti harus menyimpannya selama setahun penuh), ia akan bertanya kepada diri sendiri apakah memajang buku tersebut masih ekonomis mengingat peluang jual yang begitu rendah. Yang dibutuhkan oleh pengecer adalah cara efisien, dan tidak membebani untuk menjual buku yang hanya laku satu eksemplar per tahun. Berarti buku itu harus mempunyai biaya penyimpanan mendekati nol.
Solusi Amazon adalah print-on-demand, dicetak setiap dibutuhkan. Dalam bentuk idealnya buku-buku tetap berada dalam wujud berkas digital sampai ada yang membeli. Saat itu buku segera dicetak menggunakan pencetak laser dan muncul berupa buku yang hampir tidak berbeda dengan paperback biasa. Karena bit-bit baru diubah menjadi atom ketika pesanan tiba, biayanya sebanding sekali dengan pendapatan. Atau dalam bahasa yang paling sederhana, biaya produksi dan biaya penyimpanan sebuah buku print-on-demand yang tidak pernah dibeli adalah nol.
Ini secara ekonomi bisa efisien sekali sehingga suatu hari kita bisa menawarkan buku apa pun yang pernah dibuat. Apabila Anda seorang penjual buku, berarti Anda tidak perlu membeda-bedakan buku mana bisa Anda pajang dan buku mana tidak karena semua buku akan dicetak setelah permintaan dating. Itu karena prakiraan yang salah boleh dianggap nol.
Itu bentuk yang ideal. Kenyataan yang sekarang adalah bahwa kebanyakan print-on-demand digunakan untuk buku-buku kurang laku tetapi masih dengan pencetakan paling sedikit beberapa ratus eksamplar. Teknologi yang semakin murah diharapkan akan memungkinkan pencetakan yang murah meski untuk beberapa eksamplar saja. Amazon mulai menaruh perlengkapan cetak professional di gudang-gudangnya sendiri. Kemudian. Pada pertengahan 2005, perusahaan ini meningkatkan kapasitasnya secara besar-besaran dengan mengakuisisi BookSurge, sebuah perusahaan terkemuka dalam print-on-demand.
Beberapa bulan kemudian, Amazon berbuat yang sama untuk film, dengan membeli CustomFlix, sebuah perusahaan DVD-on-demand. Sekarang Amazon bisa mempunyai stok yang tidak memakan ruang sama sekali dan tanpa ongkos pula: Buku-buku dan film-film ini tetap berupa berkas dalam sebuah database entah di mana sampai ada orang melakukan pemesanan.
Tentu saja, bukan Amazon yang pertama kali menemukan gagasan print-on-demand. Ini impian yang sudah lama muncul di industri buku, tetapi sampai belum lama ini, print-on-demand masih direpotkan dengan kendala-kendala baik teknis maupun ekonomis.
Masalahnya bukan pada mutu hasil cetakan. Kecuali Anda orang yang cermat sekali (terutama untuk reproduksi gambar dihalaman dalam), Anda barangkali tidak bisa mengatakan apakah paperback yang baru Anda terima dari Amazon dicetak bersama 50.000 buku yang lain atau salah satu yang dicetak menggunakan pencetak laser di salah satu gudang Amazon.
Kendati segi ekonominya yang menarik, industri penerbitan masih jauh dari kemungkinan pindah ke print-on-demand. Mencetak dengan tradisional jelas lebih murah untuk partai besar. Biaya mengubah sebuah naskah buku menjadi sebuah berkas yang diformat secara tepat untuk print-on-demand masih mahal.
Sewaktu saya menulis naskah ini, print-on-demand juga terbatas untuk beberapa ukuran kertas, yang berarti buku-buku dengan ukuran lebih besar atau lebih kecil daripada ukuran tertentu mau tidak mau harus dirancang dan diformat ulang.
Selanjutnya, masih ada masalah hak cipta yang jauh dari sederhana. Untuk buku-buku lama, izin dari pengarang diperlukan agar sebuah buku dapat dijual sebagai edisi print-on-demand. Namun, banyak pengarang takut bahwa harga lebih tinggi yang sekarang diperlukan untuk pencetakan sesuai permintaan (untuk menutup biaya produksi lebih tinggi disbanding pencetakan partai besar) akan menekan penjualan; maka mereka menolak.
Bagaimanapun, potensi print-on-demand luarbiasa, dan tidak hanya untuk buku yang berpeluang laku satu atau dua eksemplar saja. Biaya terbesar penerbit adalah ongkos penarikan buku yang tidak laku dari toko-toko buku, yang oleh penerbit diterima begitu saja sesuai kebiasaan.
Alasan toko buku memesan berlebihan adalah mereka ingin memastikan pelanggan tidak kehabisan buku di antara proses cetak ulang, dank arena biaya pesanan berlebihan ditanggung oleh penerbit, berarti taka da risiko bagi toko buku tahu bahwa permintaan dapat dipenuhi melalui partai print-on-demand yang kecil antara cetak ulang, barangkali mereka akan memesan tidak lebih dari yang sesungguhnya mereka perlukan, dan ini akan sangat mengurangi pengembalian buku ke penerbit.
Oleh sebab itu, efisiensi print-on-demand secara ekonomi tidak hanya akan memperpanjang Long Tail, tetapi juga memperbaiki iklim di bagian kepala, tempat orang mempertaruhkan dana jauh lebih besar. Tak perlu dikatakan bahwa ini mempunyai daya tarik luarbiasa yang hanya akan mempercepat penerapan teknologinya.
Disarikan dari buku: The Long Tail, Chris Anderson, 105-107.